Tahun lalu saya membaca poster besar di gereja. Kalau tidak salah dari Seksi Lingkungan. Isinya: pakailah sepatu kalau ke gereja. Jangan pakai sandal. Masak kamu tidak menghormati Tuhan. Gereja adalah rumah Tuhan... Begitu kira2...
Ini bukan pertama kali saya mendengar kritik soal tata cara berbusana ini. Saya selalu menentang. Tidak pada tempatnya gereja, suatu institusi rohani (dulu saya berpendapat begitu), mengatur soal tata cara duniawi ini. Masalahnya, saya sendiri suka memakai sandal :) ...
Lalu, terjadilah pembicaraan berikut:
+ : Masak kamu tidak menghargai rumah Tuhan, memakai sandal ke gereja.
- : Tuhan Yesus sendiri kemana2 selalu memakai sandal. Saya cuma meniru Yesus. Apakah dia tidak boleh masuk ke gereja ini ?
+ : Bedalah. Itu kan zaman dulu. Kalau sekarang, Yesus tentu memakai sepatu.
- : Kok tahu? Bagaimana bisa yakin bahwa Yesus akan menjelma sebagai orang Jakarta, dan bukan orang di hutan Mentawai yang tidak bersepatu dan hanya memakai cawat?
+ : Pokoknya anggap saja Yesus menjadi orang Jakarta.
- : Bagaimana kalau Yesus tidak punya uang untuk beli sepatu? Masih banyak orang Jakarta yang susah untuk beli sepatu, lho.
+ : Intinya begini. Kalau ke gereja, orang Kristen harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kalau kamu ke Jakarta, sesuaikan diri; pakailah pakaian Jakarta. Sesuaikan diri dengan mayoritas.
- : Kamu serius dengan pendapat itu?
+ : Tentu saja serius.
- : Kalau demikian, kalau kita diajak ke Papua yg umatnya masih pakai koteka, kita harus menyesuaikan diri dengan mereka ?
+ : Ah, ada2 saja. Mereka kan masih terbelakang.
- : Mungkin ada baiknya kita tidak menyombongkan diri?
+ : Pokoknya menurut saya, pakai sepatu itu pantas untuk Tuhan.
- : Pantas itu relatif. Santo Fransiskus Asisi membuang pakaian mewah dan sepatunya 800 tahun lalu, dan memakai pakaian rombeng dan sandal (mula2 telanjang kaki); juga waktu dia bertemu dengan paus. Gandhi juga membuang jas dan pakaian ala baratnya, memakai sehelai kain tenun India plus sandal. Presiden Vietnam, Ho Chi Min, hanya memakai sandal jepit ketika 54 tahun lalu, tahun 1959, datang ke Istana Merdeka bertemu Soekarno. Mereka tidak dianggap menghina, malah dipuji2 karena berani mewakili rakyat miskin.
+ : Susahlah, kalau berdebat begini. Yang jelas
SAYA SUKA PAKAI SEPATU.
- : Tepat... Itulah jawabnya. "Saya suka". Cuma mungkin kita perlu membiarkan orang lain dengan kesukaannya.
- : Ada tambahan: di Singapura (mungkin juga di tempat lain? ), banyak pria memakai sepatu, tapi bercelana pendek kalau ke gereja. Mana yang lebih pantas ya, bercelana pendek, atau memakai sandal?
Buat saya pribadi, semakin sedikit gereja mengurus tata cara duniawi, akan semakin sedikit kesalahan yg dilakukannya. Dan kalau kita ingin berpihak pada orang miskin seperti diminta Bapa Suci, akan lebih baik kalau kita menyesuaikan diri dengan mereka... Semoga ada kesesuaian pendapat di antara kita.
----------------