Tuesday, November 29, 2016

Apologia

Tentang saya...


Sebagian orang bertanya2 tentang gambar profil yg saya pasang di FB. Foto patung Santo Fransiskus Assisi sbg pengemis (dia betul2 pengemis, lho). Kenapa tidak pakai foto saya saja, ya? Apakah ada yg perlu disembunyikan?  Org luar? Penyusup kah, yg mau merusak nama harum gereja, mungkin? Apalagi kritik2nya banyak tidak disukai org gereja...


Begini. Tujuan saya menulis ini hanya satu: meneruskan, menjadi loudspeaker,  suara Paus Fransiskus  (Sebgn umat tdk suka dengan revolusi paus, maka suara dia yg saya serukan dikira berasal dr saya pribadi.) Saya susah payah menulis bukan utk kemuliaan saya. Tdk utk kebanggaan saya. Tidak utk bermegah diri. Apalagi utk terkenal. 

Karena itu, biar Paus Fransiskus yg di depan. Biar saya di latar belakang. Tdk diketahui, tdk dikenal. Tanpa gambar. Hanya debu... Nama asli saya terpaksa dipasang krn ancaman Facebook; kalau tidak asli, dan nanti di-hack atau lupa password nya (terjadi satu kali pd saya), saya tdk akan bisa mendapatkan kembali akun asli saya... Tapi upaya rendah hati ini ternyata malah bikin masalah baru.

Hidup ini sulit. Serba salah. Kalau ingin lihat foto saya, pembaca yg mengikuti saya satu bulan ini pasti melihatnya di blog saya ini, yg sekali2 saya pasang link nya (bila saya rasa tulisan tsb. berisi data yg perlu saya simpan rapi di blog).

Tentang diri saya, bisa dicari di Google...

... ... Edit:  Deleted .... Tdk guna


*** Terpaksa dibuka, krn dicurigai. ***

Sebenarnya ini semua tidak perlu. Pohon dikenal dari buahnya. Baca saja tulisan2 saya secara keseluruhan. Tidak ada ujaran kebencian, penyesatan, atau hasutan yang tidak pada tempatnya. (menurut saya, tentunya). Kalau soal kritik, beda pendapat, bagi orang yg suka berpikir, itu wajar sekali. Yesus menyuruh kita berpikir. Kalau kritik diartikan kebencian dan penyesatan, mohon maaf saya berbeda pendapat. Paus menyebut "gereja, dengan keutamaan2 dan dosa2nya." (klik "Pope Francis, virtues and sins"). Gereja Katolik yang kita cintai ini, sebagai lembaga duniawi, bisa berdosa, pernah salah, sekarang pun juga, sehingga Paus Fransiskus dua minggu lalu meminta maaf pada kaum miskin di Roma...  Maka gereja dan ajarannya bisa dan boleh dikritik.

Semua didiskusikan dengan senyum kasih saja. Kalau dengan saudara kandung sendiri di dalam rumah tidak bisa komunikasi dengan santun, bagaimana mau menjadi "jembatan", pontifex, ke kelompok luar (Protestan, Islam, Buddha, Hindu, ateis), seperti yang diinginkan paus ?

Mari kita bersatu dalam kasih Kristus.... Amin.

Tuesday, November 15, 2016

Penguburan angkasa - Tibet


Puluhan atau ratusan burung pemakan bangkai di Tibet

Bila Anda suka dengan antropologi, coba buka Youtube dan cari: "sky burial, Tibet". Hanya yang kuat yang saya anjurkan untuk lihat. Karena agak seram.

Mereka punya beberapa kebiasaan untuk menguburkan jenazah. Yang ini, lewat penyerahan jenazah pada burung-burung untuk didaurulang di alam. Untuk mempermudah burung memakan, daging dikoyak dulu oleh petugas penguburan. Bila telah selesai dan tinggal tulang dengan sedikit daging, petugas akan memotong-motong tulang sampai kecil, sehingga mudah ditelan burung ruak2 itu.

Sempurna. Dari alam kembali ke alam. Sadis? Kalau berkata demikian, Anda belum pernah melihat cara penyelesaian kremasi tradisional. 

Pada kremasi cara tradisional, tulang-tulang yang besar juga masih utuh. Maka untuk mempermudah membawa abu dalam kantong atau guci, tulang tengkorak, tulang paha, dll. itu harus ditumbuk dengan palu dalam lumpang. Ya. Tengkorak ibu atau ayah Anda harus Anda palu... Nah. Apa bedanya dengan yang di Tibet? Cara modern lebih praktis. Pakai blender. Cara ini sepertinya lebih "manusiawi".  Tapi pada hakikatnya tidak ada bedanya. Hanya kita tidak melihatnya. Menyuruh petugas saja... Persis seperti penguburan jenazah di Tibet tadi, dan kita tidak datang ke situ.

Tulang-tulang akan dihancurkan dalam lumpang.

Ini tidak beradab? Tolong pikirkan. Kalau dikubur, apa yang terjadi dengan jenazah?  Jenazah dimakan oleh hewan-hewan kecil: tikus, cacing, serangga, semut, dan yang terkecil, kuman-kuman. Sama saja. Jenazah akan didaurulang di alam. Cuma kita tidak melihat. Sama dengan penguburan ala Tibet. Dimakan hewan yang lebih besar. Hanya kita tidak datang ke situ. Tidak lihat...

Hewan kecil lebih mulia dari yang besar? Entahlah. Pikir sendiri-sendiri saja...

Monday, November 14, 2016

Kremasi dalam Gereja Katolik: Catatan pribadi



Ringkasan dari peraturan terbaru
tentang kremasi dalam Gereja Katolik
Dibuat pada Maret 2016, disiarkan akhir Oktober 2016

Columbarium Oasis (rumah abu), Tangeran, milik Badan Pensiun KWI

Tolong baca lebih dulu peraturan lengkapnya pada tautan dari kantor berita Vatikan di sini (tertulis juga di bawah tulisan ini).   

Peraturan Kremasi

Butir 1, 2, 3. Pertimbangan dan alasan-alasan.

Aturan no. 4... ... Gereja lebih memilih praktek mengubur jenazah, karena ini menunjukkan penghargaan yang lebih besar terhadap almarhum. Namun, kremasi tidak dilarang, "kecuali itu dipilih karena alasan yang bertentangan dengan ajaran Kristen".

Catatan saya: Perhatikan frase "menunjukkan penghargaan". Gereja, dalam hal ini diwakili oleh kardinal dari etnis Eropa, terbiasa dengan cara penguburan di sana. Dia tidak terbiasa hidup di Eskimo, di mana jenazah tidak bisa dikubur; tidak biasa bekerja di kapal besar di mana dahulu jenazah pelaut dihormati lalu dibuang ke laut; dia tidak biasa hidup di Tibet, di mana sebagian orang mengubur jenazah di udara, artinya menyerahkan jenazah untuk dimakan burung pemakan bangkai (baca ini); kardinal seharusnya juga datang ke Indonesia, melihat adat penguburan orang Toraja dan Bali Trunyan.

Dalam kata "penghormatan lebih besar" terkandung pengertian beradab atau tidak beradab, budaya maju atau terbelakang. Sungguh tidak tepat kalau mengatakan berbagai komunitas yang disebut di atas tadi tidak beradab dan terbelakang. Sangat disayangkan bahwa keragaman masyarakat di bumi ini, dengan semua kekhasannya, direduksi menjadi "budaya saya yang benar." Salah besar bila mengatakan orang Tibet dan Eskimo tidak menyayangi orang tua atau kaum kerabatnya; seolah2 yang memiliki empati hanya kalangan kita sendiri. Kerabat yang ditinggal mati itu menangis, amat sedih, tidak rela, tidak berdaya. Sama seperti kita. Tapi mereka punya cara sendiri mengurus jenazah orang terkasihnya. Jangan usik tradisi orang lain. Jangan menghakimi...

Pemakaian frase "alasan yang bertentangan dengan ajaran Kristen" kurang bijaksana. Coba tanya pada 100 keluarga yang kehilangan keluarga, apa arti dari kalimat tadi. Kalau ada 5 yang tahu, itu sudah luar biasa. Lalu, teoretis, bukanlah pastor atau romo harus bertanya pada keluarga-keluarga yang sedang berduka itu: apa alasanmu melakukan kremasi? Sangat tidak bijaksana.


Aturan no. 5. Penempatan abu almarhum di tempat suci (red. rumah abu) memastikan bahwa mereka tidak tersingkir dari doa-doa dan peringatan dari keluarga atau komunitas Kristen. Ini mencegah orang beriman itu terlupakan atau sisa-sisa jasadnya kurang dihormati, yang kemungkinan akan terjadi, terutama bila generasi anak telah meninggal. Ini juga mencegah praktik-praktik takhyul....


Catatan saya: Lucu sekali bahwa dikatakan kalau ditaruh di rumah abu, maka orang akan ingat dan mendoakannya. Mungkin kardinal perlu mengunjungi rumah abu Oasis atau di wihara2 di Jakarta dan bertanya, berapa kali keluarga datang menjenguk untuk berdoa tiap tahun. Kalau sungguh-sungguh itu alasannya, pakailah adat Cina. Taruh foto almarhum di tempat yang terhormat di rumah. Beri lilin, atau pakai lilin elektrik saja. Nyalakan 24 jam. Berdoalah di depannya tiap hari, pagi sore, seperti dilakukan mereka. Ya. Pagi sore. Kalau kardinal dibesarkan di keluarga keturunan Cina di Medan, Batam, Singapura, atau Kuala Lumpur, mungkin sekali adat ini yang dianjurkan olehnya.

Lalu soal praktek takhyul? Abu jenazah ditaruh di mana saja juga bisa digunakan untuk takhyul. Takhyul berkaitan dengan otak. Bukan dengan tempat. Benar bukan?


Aturan no. 6. Karena alasan-alasan di atas, abu almarhum tidak boleh ditaruh di rumah.

Catatan saya: Entah alasan yang mana yang dimaksud. Tapi semua sudah dibahas di atas. Khususnya orang perlu melihat bagaimana keluarga-keluarga keturunan Cina menyimpan dan menghormati abu di rumah. Jauh lebih sering didoakan daripada bila ditaruh di columbarium atau rumah abu yang jauh.

Mungkin yang ditakutkan adalah penyimpanan abu seenaknya. Ada keluarga di Amerika yang konon menyimpannya di WC... Kalau ini yang dikhawatirkan, aturan diubah saja: taruh abu di tempat terhormat di rumah, atau kamu masuk neraka. Gampang kok.

Aturan no.7. Untuk menghindari setiap penampilan panteisme, naturalisme atau nihilisme, tidak diizinkan untuk menyebarkan abu dari orang beriman di udara, di darat, di laut atau cara-cara lain, atau menaruhnya sebagai kenang-kenangan dalam perhiasan (cenderamata)....

Catatan saya: Teman2 terkasih, saya ingin tanya terus terang. Berapa dari antara Anda yang sungguh-sungguh tahu makna dari "panteisme, naturalisme atau nihilisme" dalam kaitan dengan penyebaran abu di laut. Saya terus terang tidak tahu apa-apa... Lalu konotasinya, kalau tidak untuk alasan "panteisme, naturalisme atau nihilisme", abu mestinya boleh dibuang. Bukan langsung tidak boleh.

Lalu romo lagi-lagi harus bertanya atau menerangkan dengan susah payah pada keluarga yang sedang berduka itu, apa arti kalimat tadi. Sepertinya kita diajari untuk buang empati oleh petugas gereja yang bikin aturan.
Aturan no. 8. Bila almarhum dengan jelas telah meminta kremasi dan menebar abunya karena alasan yang bertentangan dengan iman Kristen, pemakaman Kristen harus ditolak untuk orang itu sesuai dengan norma-norma hukum (gereja).
Penutup. ...

Gerhard Cardinal Müller, Prefek dr Kongregasi bagi Doktrin Iman.
Catatan saya: Aturan nomor 8, aturan penutup ini paling sadis dari semuanya. Tidak tergambar belas kasih yang didengung2kan oleh Paus Fransiskus. Yang terdengar adalah deru hardikan gereja yang kejam dan bengis; gereja pada Abad Pertengahan.

Kalau diambil analogi yang sejajar dengan ini, semua orang Kristen yang meninggal harus diselidiki kehidupannya. Apa dia sungguh percaya pada Tuhan dan Yesus. Apa hidupnya baik atau pernah menyatakan hal-hal yang tentangan dengan iman Kristen. Dan kalau iya, dia tentunya juga tidak boleh dimakamkan secara Kristen. Ke neraka aja... My God... !

Di saat gereja sekarang memperbolehkan misa untuk orang yang bunuh diri, ada aturan baru semacam ini. Saya sungguh kecewa berat.

Akhir kata, ini adalah luapan kekecewaan saya, berawal dari cara pikir saya. Mungkin juga cara pikir saya salah...  Amin.

========================
Baca diskusi lebih lanjut di FB.com/gerejamiskin.

Intinya: Gereja tidak seharusnya masuk ke ranah yang bukan wilayahnya; ranah tradisi. Atau gereja akan melakukan kesalahan lagi, seperti berkali-kali terjadi di masa lalu.

Anggap aturan di atas sebagai anjuran. Mau diikuti silakan, tidak juga tidak masalah. Karena roh almarhum yang sudah di surga tidak akan pindah ke neraka hanya karena aturan ini. Kardinal ataupun paus tidak bisa memindahkan roh orang dari surga ke neraka, atau sebaliknya (Semua setuju dengan ini, bukan?)

Jangan takut... Jangan mau ditakut2i dengan tetek bengek tradisi duniawi.


http://www.news.va/en/news/vatican-issues-new-document-on-christian-burial-an
========================

Link di atas mati, karena IT Vatikan mengubah domain tanpa memperhatikan artikel lama... Ini yang baru.

http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_doc_20160815_ad-resurgendum-cum-christo_en.html