Tuesday, April 12, 2016

Uskup Agung Filipina, Socrates Villegas, tentang Homili yang Membosankan


Ringkasan pesan Uskup Agung pada para imamnya
=====================================================
Kamis, 2 April, 2015.


Uskup Agung Socrates Villegas, Kepala Konferensi Uskup Filipina.

MANILA, Filipina. Hari ini kita melakukan perjalanan spiritual lagi ke Ruang Atas untuk mengingat imamat kita. Kita datang lagi untuk berterima kasih kepada Tuhan yang telah memanggil kita untuk menjadi imam. Tuhan mengambil risiko. Dia mempercayakan kepada kita Gereja-Nya. Semakin lama kita tinggal dalam panggilan ini, semakin jelas kita lihat bahwa dibutuhkan lebih dari kekuatan kehendak untuk tetap menjadi imam yang baik. Diperlukan anugerah. Kita membutuhkan Tuhan. Kita membutuhkan Tuhan untuk tetap fokus. Kita membutuhkan Tuhan untuk tetap berada di jalur. Kita membutuhkan Tuhan untuk melindungi kita dan memelihara kita.

Kita telah melihat banyak penyalahgunaan di antara para klerus -- penyalahgunaan alkohol, pelecehan seksual, pelecehan anak,  penyalahgunaan uang, dll. Hari ini, saya mengajak Anda untuk mengarahkan hati Anda pada penyalahgunaan lain yang sangat merajalela dan meluas di kalangan imam - penyalahgunaan homili. Ya, penyalahgunaan dari kebaikan umat yang dipaksa untuk mendengarkan homili yang panjang, berliku-liku, berulang-ulang, membosankan, tidak terorganisasi, tidak dipersiapkan (dengan baik), dan (diucapkan dengan) bergumam. Dengan nada bercanda tapi ada benarnya, umat bilang bahwa homili kita adalah salah satu penderitaan (salib) yang wajib (dipikul) setiap hari Minggu.

Jika Anda mendengarkan dengan lebih cermat apa yang dikatakan umat kita tentang homili kita, mereka tidak mengeluhkan tentang dalamnya pesan atau eksegesis ilmiah. Mereka diminta untuk tahan (mendengar), dari Minggu ke Minggu, homili kita yang tidak bisa dipahami karena pendahuluannya begitu panjang, kita tidak tahu bagaimana cara menuju langsung ke sasaran, dan kita tidak tahu bagaimana mengakhiri (homili). Persiapkanlah. Bicara yang jelas.
...
...
...
Bagaimana kita dapat bangkit dari budaya penyalahgunaan homili? Apa obatnya?

Yang pertama adalah ketulusan imam. Anda bisa berkotbah pada (umat) yang perutnya kosong jika perut pastor paroki juga kosong seperti umatnya. Homili kita akan lebih baik jika kita mengurangi kesenangan kita berbicara dan meningkatkan kesenangan kita untuk mendengarkan....

Tantangan kedua kita adalah kesederhanaan -- kesederhanaan pesan dan bahkan lebih dari itu, kesederhanaan yang lebih besar dalam kehidupan. Kesederhanaan hidup juga akan membantu kita untuk berhenti bicara tentang uang dan penggalangan dana pada homili; bicara tentang uang tidak pernah mendidik. Kesederhanaan berarti tidak menggunakan mimbar sebagai sarana untuk menyerang orang-orang yang menentang kita... ... Kesederhanaan dalam homili membuat orang menundukkan kepala dan menepuk dada karena ingin berubah, mencari belas kasih Tuhan. Menjadi sederhana adalah menjadi besar di mata Tuhan. Gaya hidup sederhana dari imam adalah homili yang paling mudah untuk dipahami.

Tantangan ketiga dan terakhir adalah panggilan untuk belajar. Membaca dan belajar tidak harus berhenti setelah seminari...
...
...
Berhati-hatilah pada setiap homili. Mereka ingin mendengar Yesus dan bukan Anda; hanya Yesus, selalu Yesus.

Berhati-hatilah dengan homili Anda. Kasihani umat Tuhan. Hentikan penyalahgunaan homili. Biarkan homili Anda mengilhami dan membuat hati bernyala-nyala.

Sumber: http://www.rappler.com/nation/88758-bishop-warning-homily-abuse

2 comments:

  1. Untuk sebagian besar, saya setuju dengan uskup ini. Tapi soal uang, kdg perlu disentuh juga dlm homili. Khususnya bila ada imam tamu yg khusus datang utk cari dana utk gereja, kaum papa, atau yatim piatu. Juga, tidak semua imam harus pandai berkotbah...

    Homili ini mendatangkan pro kontra yg luas, yg dpt dibaca pd sumber tulisan.

    ReplyDelete
  2. Saya juga setuju dengan pesannya yang cukup tegas ini:

    Umat ingin mendengar Yesus, bukan sang pembawa homili.
    Menjadi imam memang berat, banyak tuntutannya, tetapi ya begitulah. Kalau mudah, sudah banyak yang jadi imam.

    ReplyDelete