--------------------------------------
Pada bagian pertama diceritakan bagaimana Bergoglio (sekarang paus) menjadi kepala Yesuit Argentina pada usia 36 tahun. Dia menghindari berkecimpung dalam politik langsung untuk menentang atau membela junta militer brutal saat itu. Tapi dua pastor di bawahnya melawan, tetap memusuhi militer secara terbuka, dan ditangkap.
Baca dahulu: Pembuangan dan pengasingan Bergoglio (1)
-----------------------------
Cara ajaib Bergoglio mendidik murid seminari: perah susu sapi, piara babi. |
Waktu saya mendengar tentang "peternakan Yesuit" di dekat Cordoba, saya membayangkan seorang imam yang mengenakan topi koboi, dengan setangkai jerami antara giginya. Sayangnya, peternakan yang pernah mendanai misi Yesuit ini sekarang jadi museum, tanpa sapi.
Bergoglio waktu itu berusaha membangkitkan kembali peternakan itu, dengan memasukkan mata pelajaran akademik yang aneh, pertanian dan peternakan, ketika ia menjadi rektor di seminari Yesuit di Buenos Aires.
Pastor Alfonso Gomez dr Universitas Katolik Cordoba mengingat hari-hari itu dengan senyum2, seolah-olah dia masih tidak bisa percaya ingatannya sendiri. Ada cerita tentang babi yang hampir lolos keluar.
"Menyenangkan," kata Gomez dengan senyum lebar. "Sulit juga, tapi banyak dari kita yang suka. Sistemnya terorganisasi dengan sangat baik."
Itu penugasan yang ideal bagi Bergoglio ini: membentuk Yesuit muda.
Setelah melayani di jabatan2 tinggi seperti provinsi, banyak pastor Yesuit "diturunkan" pangkatnya untuk mencegah apa yang disebut karierisme (mengejar karier dan ambisi), dosa yang disebut Ignatius "ibu dari segala kejahatan."
-----------------
Swinnen menggantikan Bergoglio sebagai provinsial dan temannya dijadikan rektor Colegio Maximo, suatu keputusan yang akan memecah provinsi ini selama beberapa puluh tahun.
Gaya Bergoglio dalam membentuk Yesuit, seperti sistem ketat yang dikuasainya di Cordoba, itu dikelola dengan mendetail. Dia keras mengenai ketepatan waktu. Yang terlambat akan disuruh membersihkan dapur.
"Jika melanggar salah satu aturan, selalu ada semacam sanksi sosial atau sanksi moral," kata pastor Rafael Velasco, yang dulu belajar di Colegio Maximo.
"Sangat sedikit waktu untuk kebebasan. Lebih seperti biara daripada rumah Yesuit."
Bergoglio menganjurkan murid-muridnya untuk tidak membaca teologi pembebasan dan memindahkan profesor2 yang menganjurkan itu, menyingkiri para Yesuit yang main politik.
Ia lebih suka cara yang lebih langsung membantu orang miskin, membangun peternakan di sekitar seminari, menyuruh Yesuit2 muda memerah susu sapi dan memanen tanaman, dan makanan yang dihasilkan itu disumbangkan pada perkampungan2 kumuh di sekitarnya.
Para murid seminari akan langsung pindah dari ruang kelas ke kandang babi, pengingat yang menyengat dari moto Yesuit untuk "menemukan Tuhan dalam segala hal."
Tapi Yesuit yang lebih intelektual lebih suka ruang kelas daripada sapi. Mereka ingin lebih banyak kebebasan intelektual dan tugas-tugas lebih sedikit. Perpecahan dalam provinsi pun mulai muncul.
Bahkan Yesuit di luar Argentina - terutama mereka yang mendukung teologi pembebasan - bingung dengan metode Bergoglio ini.
Tapi Bergoglio berpribadi kuat. Setelah ia membuat keputusan, dia jarang bisa dibujuk untuk mempertimbangkan kembali.
Yang lebih menyusahkan bagi provinsi adalah pengikutnya yang menghormati setiap kata Bergoglio sebagai tulisan suci. Dan, setelah memegang jabatan tinggi Yesuit selama 15 tahun, ia punya cukup banyak pengikut, mungkin 40% dari provinsi.
Pastor Arthur Liebscher, seorang Yesuit Amerika yang belajar di Argentina selama tahun 1980an, ingat bahwa para "pengawal" Bergoglio itu terlalu yakin akan diri sendiri dan sembrono.
"Nabinya baik-baik saja," katanya sambil tertawa, "tetapi murid-muridnya benar-benar menyulitkan."
Para pengikut Bergoglio ini yakin bahwa pemimpin mereka telah mengukir satu jalan yang benar. Yesuit yang lain tidak begitu yakin.
Bergoglio kadang2 mengurbankan misa di Iglesia de la Compania, gereja dalam kompleks Yesuit. |
--------------------------
Pada 1986, masa tugas Bergoglio enam tahun menjadi rektor seminari telah berakhir. Para ahli teologi pembebasan, yang dulu dicopotnya dari posisi kekuasaan, sekarang mengatur provinsi, berdasar petunjuk pemimpin Yesuit di Roma.
Salah satu tugas pertama mereka adalah memutuskan apa yang harus dilakukan pada Bergoglio.
Mereka mengirimnya ke Jerman untuk menyelesaikan tesis doktornya, mungkin dengan harapan bahwa dengan kepergiannya, permusuhan di provinsi tersebut akan berkurang. Suasana baru mungkin juga akan melepaskan pikiran Bergoglio dari ide pembentukan insan Yesuit.
Tapi Bergoglio yang sudah berusia 50 tahun, dengan puluhan tahun pengalaman pastoral, sekarang terjebak di tumpukan debu perpustakaan Jerman. Pada malam hari, ia memilih berjalan-jalan di dekat bandara, melambaikan tangan pada pesawat2 yang menuju Buenos Aires. Dia gelisah; rindu pulang kampung halamannya.
Hanya tiga bulan di Jerman, Bergoglio memutuskan untuk pulang, tindakan pemberontakan kecil terhadap atasannya. Mereka membiarkan dia kembali dan mengajar di seminari di Buenos Aires. Waktu pulang, dia tampak seperti orang yang berbeda, kata beberapa pastor Yesuit; rambutnya kusut; kukunya panjang tak terawat.
Tapi kehadiran Bergoglio segera menghidupkan kembali perdebatan lama mengenai bagaimana menjadi seorang Yesuit yang seharusnya.
Bergoglio mencoba untuk menghindar, memimpin dengan contoh, bukan dengan berdebat. Tapi tetap terjadi perdebatan, meniru contoh politik Amerika Latin dengan kampanye yang berputar di sekitar si orang kuat. Para pengikut setianya bentrok dengan atasan Yesuit yang baru, dan Bergoglio tidak banyak berusaha untuk menghentikannya.
"Kesan saya, ia menyadari tujuan besar yang dimilikinya," kata Liebscher, "tapi dia tidak menyadari bahwa, dalam proses ini, ia menginjak kaki banyak orang terhormat."
Akhirnya, bos2 Bergoglio memutuskan mereka sudah cukup bersabar. Mereka mengirimnya ke Cordoba, 800 km jauhnya.
Bruder Louis Rausch ingat dia menelepon Bergoglio segera setelah ia mendengar kabar itu, tahun 1990.
"Kamu sudah mengepak koper?" tanyanya.
Ketika saya bertanya pd Rausch seberapa jauh dia mengenal calon paus ini, dia menarik surat dari sakunya. Di dalamnya, Bergoglio menggodanya tentang keluarganya yang jadi mirip orang desa. Bruder Rausch lah yang mengajar pertanian di seminari Yesuit.
Sekarang Rausch mengurus Iglesia de la Compania, gereja Yesuit. Dia ingat, Bergoglio tidak menjawab pertanyaannya tentang persiapan ke Cordoba. Tapi Rausch mengerti apa arti diamnya itu.
"Dia tahu bahwa masa2 di depannya akan sangat sulit."
Sebelum mereka menutup pembicaraan, Bergoglio bertanya: Apakah kamu sudah berdoa untuk saya?
========================
Lanjutan: Pembuangan dan pengasingan Paus (3)
========================
No comments:
Post a Comment