Friday, January 29, 2016

Para Biarawan yang Kukenang (3)... Ini paling kukenang

BRUDER ALOYSIUS



Ini biarawan yang paling banyak membentuk kepribadianku. Aku sudah SMP, di Bintang Laut. Pada usia sekianlah manusia berusaha menemukan jati dirinya, dan lewat teladan Bruder Aloysius inilah aku menemukan diri sendiri.

Dia mengajar aljabar; sekarang “matematika”. Bruder Aloysius berperawakan kecil. Tapi terkesan rapi sekali. Sama sekali tidak ada kesan galak di wajahnya, tapi juga tidak sangat murah senyum seperti Romo Wakers yg aku ceritakan sebelum ini. Yang ada adalah kesan “damai”.

Dia selalu bepergian dengan sepeda, dalam jubah putihnya (waktu itu semua bruder dan pastor pakai jubah putih ke mana pun pergi). Semua dilakukannya dengan tenang, sabar.

Untuk membantu murid2 agar mendapat nilai baik, dia sering memberi pelajaran tambahan sore hari. Tapi dia tidak memaksa; kalau merasa sudah tahu, tidak usah datang, begitu aku kenang dia. Dia menyadari bahwa murid punya berbagai tingkat kemampuan.

Aku ingat, suatu hari, dia menerangkan cara menyelesaikan soal aljabar (atau ilmu ukur, ya? Lupa)… Dia menyelesaikannya dalam, katakan saja, 10 baris. Dia lalu tanya: “Siapa yang bisa menyelesaikan dengan cara lain?” …. Seorang murid yg pandai menjawab, bisa… Dan murid itu menyelesaikannya dalam 8 baris. Mungkin guru lain akan merasa terhina kalau kalah dibanding muridnya. Tidak. Dia tidak. Belakangan aku merenung, dia pegang prinsip yang benar; guru yang pandai harus menelurkan murid yang lebih pandai. Kalau lebih bodoh, bukankah dunia akan penuh orang bodoh? Prinsip sederhana, tapi utama, yang mungkin dilupakan beberapa guru.

Lalu, ketika menerangkan sesuatu di kelas, tuuut…. suara kentut, keras, jelas, dihembuskan oleh teman di belakang. Seluruh kelas jadi riuh. Tawa dan ejekan bersahut2an… Bruder hanya tersenyum, lalu bilang: “Jangan disalahkan. Kadang manusia itu tidak bisa menahan kentut.” Semua lalu diam. Sungguh kagum dengan kata2 itu. Memang kita pasti bisa menahan kentut? Tidak. Kadang bisa, kadang tidak. Suatu kebenaran yang benar dan bruder ini mengingatkannya. (pada kasus guru lain, bruder juga, dia marah2 luar biasa. Sifat manusia memang berbeda2.)

Damai, welas asih, penuh pengertian, pintar, rapi, itu yang kukenang dari Bruder Aloysius. Sayang aku tidak bisa menemuinya. Tapi 20 tahun lalu, sebelum beliau meninggal, aku menulis surat padanya, bilang “terima kasih atas bimbingan dan teladannya” yang tidak akan kulupa sampai mati. Aku yakin dia senang bahwa ada anak muridnya yang ingat padanya.

“Terima kasih, Bruder... Aku doakan, Tuhan, berikan Bruder Aloysius kedamaian di sisiMu… Jasanya sangat besar buatku...”


Edit: Setelah sekian tahun, akhirnya saya berhasil memperoleh foto bruder ini, lewat Bruder Michael. Terima kasih bruder...


2 comments:

  1. Salam kenal Pak Nugroho. Sungguh senang bisa menemukan tulisan ini, walaupun sudah beberapa tahun lalu ditulis. Saya adalah cucu beliau, Nenek saya adalah kakak kandung bruder Aloysius. kebetulan kami sekeluarga sangat dekat dengan beliau. Kenangan dan Nilai2 yang ditinggalkan persis seperti yang Bapak tuliskan. Kita berdoa agar Bruder jiwanya hidup dalam damai Tuhan dan bisa bahagia melihat kita semua keluarga dan ank didiknya hidup dalam kemuliaan Tuhan. Salam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf, baru buka blog ini 🙏... Saya sangat terpengaruh oleh sifat2 beliau. 🙏 🙏

      Delete