Paus dan Presiden Sri lanka |
Pada tulisan pertama, saya paparkan orang Katolik yang
umumnya tidak saling mengenal di gereja, di kota besar. Cukup menarik kalau
kita mau mempelajari psikologi dari pertemuan sekilas antara dua orang yang saling
tidak kenal.
Beberapa tahun lalu ada penelitian seperti itu oleh ahli psikologi, Kip Williams. Dia mencoba pada
para pejalan kaki yang tidak
dikenal. Sementara
berpapasan, peneliti akan melakukan
salah satu dari tiga hal ini:
- Melihat sekilas pada mereka,
- Mengangguk sedikit dan senyum, atau,
- Melewati mereka seolah-olah mereka tidak ada.
Peneliti lain kemudian mewawancarai para pejalan kaki itu… Hasilnya, anggukan dan senyuman sedikit itu dapat
membawa pengaruh besar pada orang asing yang lewat tadi.
Kita dapat mempengaruhi
secara positif kehidupan orang lain hanya
dengan senyum dan anggukan.
Dan perubahan emosi ini dapat
menular pada teman dari teman dari
teman orang tadi.
Kalau di kehidupan awam biasa saja itu begitu berguna,
mengapa kita di gereja tidak melakukannya? Dan umat tidak diminta melakukannya?
Kita dapat
membuat perubahan besar. Hanya dengan senyum dan anggukan.
Saya jadi ingat waktu saya berkunjung ke vihara Budha
terbesar di Asia Tenggara di Batam. Luas
sekali. Banyak murid yang tinggal di situ; mungkin semacam seminari. Uniknya, tiap
kali saya berjumpa dengan mereka, mereka selalu memberi salam dengan katupan tangannya.
Meski saya sama sekali tidak kenal mereka. Saya ini ternyata masih manusia,
bukan angin lalu…
Mari kita tiru kebiasaan bagus ini. Paroki mana yang mau memulai? Cuma perlu sapaan dan senyuman.
*****************
Diskusi:
Ada yang agak ragu, apa ini bukan hanya basa basi saja?
Mungkin tidak, kalau melihat dari penelitian2 psikologi yang telah ada. Kalau “basa
basi” bisa membuat perubahan positif pada suasana batin pada orang, mengapa tidak? Meski mungkin tidak pada semua
orang.
****************
No comments:
Post a Comment