Thursday, August 8, 2013

Paus Fransiskus (1) : "Betapa aku mendambakan gereja miskin..."

"Betapa aku mendambakan gereja yang miskin, bagi orang miskin ! (How much I would like a poor church, for the poor!)" begitu kata Paus Fransiskus, Maret 2013 lalu, ketika dia dipilih menjadi paus. (* Lihat catatan bawah). Banyak orang, termasuk saya, tertegun, bagai membentur pintu kaca, mendengar kalimat itu.

Inilah dia paus kita yg baru. Paus yg sangat revolusioner dalam kata dan perbuatan. Paus pertama yg memilih nama Fransiskus, dari nama Santo Fransiskus Asisi, yg meninggalkan semua kehidupan mewah di masa mudanya utk hidup miskin. Menunjukkan bagaimana obsesinya akan kemiskinan.




Banyak ayat di dalam Injil tentang perlunya hidup miskin dan membantu orang miskin. Tapi dari ucapan Paus tadi, tersirat keinginan kuat, luapan hasrat, juga sekilas rasa prihatinnya selama ini, utk menjadikan gereja kita gereja orang miskin.

Gereja Orang Kaya

"Betapa aku mendambakan"... dapat diartikan telah lama diinginkan tapi belum juga terwujud. Jadi sekarang ini gereja Katolik di dunia, termasuk di Indonesia, sebagian besar, khususnya di kota besar (tidak semuanya) BELUM dapat disebut gereja orang miskin; masih gereja orang kaya.


Apakah itu berarti kita mesti miskin untuk menjadi pengikut Kristus? Semiskin Santo Fransiskus Asisi yg membuang pakaian mewahnya utk berbaju rombeng? Membuang sepatu? Boleh saja kalau kita ingin menjadi pengikut Fransiskus Asisi sejati. Tapi itu bukan keharusan utk dapat menjadi orang Kristen sejati. Orang kaya boleh dan bagus kalau menjadi pengikut Kristus, tapi rasa persaudaraan dengan kaum miskin, menganggap kaum miskin sebagai saudara, harus ada padanya.  

Gereja miskin, dalam pikiran saya, pertama, adalah gereja yg semua kegiatannya dapat diikuti oleh orang miskin di paroki tsb. Gereja yg pastor dan umatnya (termasuk pengurus Dewan Paroki) memakai orang miskin sebagai acuan. Utk mudahnya, apa saja contoh kegiatan yg tidak memakai orang miskin sebagai acuan? 
  • Menjual kitab misa. Ketika mengikuti misa Paskah 2013 lalu, saya melihat, seperti tahun2 lalu, gereja menjual buku misa khusus misa Paskah 2013. Harga 5000 rupiah saja. Tujuannya baik: menggalang dana. Dari iklan yg dimuat plus hasil penjualan, gereja akan dapat dana yg tidak sedikit.
    Tapi saya teringat kata2 Bapak Paus tadi. Apakah ini terjangkau oleh orang miskin? Ah, bukankah cuma 5000 rupiah? Nah, inilah semangat orang kaya. Saya yakin, di paroki itu banyak umat yg cukup miskin yg tidak bisa meluangkan 5000 rupiah pada saat itu. Mgkn terbersit pikiran, ya sudah, kalau tidak punya uang, ya tidak usah membeli. Pakai saja buku sehari2. Nah, inilah contoh cara pikir yg dengan sengaja menyingkirkan orang miskin dari gereja. 
  • Banyak contoh lain yg akan saya tulis pada tulisan berikut.
Di media-media masa dunia disebutkan, revolusi yg dilakukan oleh paus memdobrak banyak hati beku, pada orang Katolik maupun non-Katolik, membawa kekaguman di seluruh dunia, tapi juga membawa kebingungan bagi orang2 Katolik yg selama ini mungkin salah mengartikan injil. Atau saya sendiri yg salah mengartikan ucapan Bapa Suci?

Bagaimanapun juga, semoga paus kita dapat melaksanakan suara dari Tuhan yg didengar Santo Fransiskus Asisi pada awal perubahan hidupnya, "Fransiskus, perbaikilah gereja Ku."

Mungkin Tuhan saat ini mendambakan gereja yang miskin, dan meminta Paus kita utk memperbaikinya,

Tambahan komentar (9 Agustus 2013): 

Seorang romo kenalan memberi komentar ini:
"Satu pertanyaan saja, mengapa gereja katolik di daerah tdk terpikirkan ya? Padahal mereka juga gereja katolik. Saya melayani di daerah pedalaman lebih dari lima tahun dg kolekte total satu paroki selama sebulan sekitar 750.000 rupiah, sementara pengeluaran utk pelaynan di atas 6 jt per bulan. Tapi kami senang krn dg demikian pelayanan semakin berarti. Tentu saya tdk mau dibilang gereja (hierarki?) utk org kaya.
Ada kecenderungn generalisasi. Bhw ada sejumlah orang yg begitu, itu kita semua tahu, dan saya yakin Bpk Uskup pun sdh berbuat sesuatu.
Semoga kita semakin bijak dan obyektif dlm analisa dan kritik."
Jadi kelihatannya kritik saya di atas (juga kritik Paus?) lebih cocok kalau ditujukan pada umat Katolik di kota besar, bukan di daerah miskin, yg memang sudah "gereja miskin".



5 comments:

  1. Menurut saya seharusnya gereja Katolik membuat perubahan dalam persembahan. Setiap gereja mengetahui berapa biaya yang diperlukan setiap bulan atau tahun. Mereka tahu berapa banyak umat di gereja itu dan berapa persen yang tidak mampu. Jadi tidak perlu ada persembahan setiap misa, diganti saja dengan persembahan bulanan yang ditetapkan jumlahnya. Semua umat sama, kecuali yang tidak mampu, tidak perlu. Jadi gereja tidak akan kekurangan tapi juga tidak berlebihan. Kalau umat bertambah atau yang tidak mampu alias miskin berkurang, maka otomatis akan kelihatan bahwa gereja itu akan bertambah maju.

    ReplyDelete
  2. Entah Paus setuju atau tidak, tapi ide2 baru dr orang muda selalu diharapkan oleh Paus... Good comment.

    ReplyDelete
  3. Ketika aku miskin sekali (hidup minus) aku tidak pernah malu atau terganggu tidak kasih sumbangan dan aku lihat sendiri banyak orang tidak memberi karena bukan keharusan. Kuduslah bagi yang mampu dan mau memberi dengan suka rela, tanpa pamrih. Karena bagi orang yang mampu tapi tidak mau memberi, itu salah. Seperti dikatakan oleh Padre Pio, menghadiri misa tidak cukup, orang Katolik harus generous. Jangan lupa kolekte 30 persen utk paroki (biaya pastoran utk makan, berobat, renovasi, sosial utk si miskin, keamanan dll) sedangkan 70 persen disetor ke Keuskupan. Yang terakhir ini akan mengatur sesuai dengan programnya.
    Setuju dengan Asen untuk Kolekte kedua (inipun seharusnya sepersetujuan Pastor Paroki). Di Spore, gereja harus renovasi dalam sekian (lupa) tahun, kalau tidak akan dibeli paksa oleh pemerintah. Contoh Gereja didepan Kathedral yang sekarang dibuat restoran CHYMES padahal ada pastor Agustin The sanggup merenovasi, tapi direlakan oleh Uskup Gregory Young yang kemudian disesali.

    Nah kalau harus renovasi tapi duitnya tidak ada? Pastornya ngutang dari pemborong dan dicicil tiap minggu dari uang kolekte kedua tiap minggu setiap misa, pastornya terus terang minta tolong. Akhirnya lunas juga.

    Sekarang ini gereja Novena dianggarkan SGD45 Juta. Itu setara hampir Rp.400 milyar, semua orang yakin bisa terkumpul. Dalam waktu kurang dari 2 tahun separuhnya sudah terkumpul.

    ReplyDelete
  4. Perubahan2 dan Pembaharuan2 yang di butuhkan Oleh Gereja oleh gereja katolik saat ini bukan kepada tata litugi (yang katanya membosankan) tetapi lebih kepada perilaku2 oknum2 di dalam gereja, yang sudah menjadikan gereja sebagai bisnis dan berbisnis dalam gereja,....
    Buku panduan Misa yang seharusnya di bagi Gratis, tetapi di patok harga dengan alasan pengganti ongkos cetak, seakan2 Gereja nga mau rugi keluar duit!
    padahal banyak uang gereja di habiskan untuk acara2 dan hal2 yang lebih tdk penting!

    ReplyDelete