Saturday, September 26, 2015

Makan Bersama Para Gelandangan, dan Misi Suci Paus Fransiskus


New York Times, 24 Sep 2015
WASHINGTON - Para penghuni panti jompo Harriet Tubman ini bangun pukul 3 pagi Kamis, agar semua orang ada waktu untuk mandi, merapikan rambut dan mengenakan pakaian terbaik mereka setelah bertahun-tahun menggelandang, keluar masuk panti, digusur, dipukuli, dan dipecat dr pekerjaan.

Mereka akan makan siang dengan Paus Fransiskus.

Menjelang tengah hari, para wanita itu duduk di tengah ruang yang tampaknya seperti resepsi pernikahan: hamparan meja bundar terbungkus taplak meja biru muda, dimahkotai dengan vas bunga kuning dan oranye.

Jangan pedulikan bahwa meja2 itu berada di bawah tenda di jalanan pinggir kota, dan bahwa sebagian besar dari 300 tamu itu gelandangan, kriminal, sakit jiwa, korban kekerasan dalam rumah tangga, penyalahguna narkoba atau sejenisnya. Pada tengah hari, Paus Fransiskus muncul, seperti yang dijanjikan.

Pada kunjungan enam hari ke Amerika Serikat ini, Fransiskus memperhatikan peringatan yang dibisikkan kepadanya oleh seorang kardinal Brasil beberapa saat sebelum dia dinyatakan terpilih sebagai Paus: "Jangan lupa kaum miskin"

Setelah berpidato di depan Kongres, paus langsung pergi ke para gelandangan di panti werda Katolik - jadwal yang dirancang untuk memberi pesan bahwa prioritasnya, dan prioritas gereja, adalah orang-orang yang terpinggirkan.

Di setiap kota yg dikunjunginya dalam perjalanan ini, paus menggunakan status selebritasnya untuk memaksa kamera untuk menunjukkan pada bangsa ini gambar yang bagi banyak orang mungkin lebih baik tidak dilihat: Di Washington, ia bertemu para gelandangan, dan di New York ia berencana mengunjungi para imigran . Di Philadelphia, ia akan pergi ke penjara. Sebagai pastor pengajar utama dari gereja, ia bertekat memperjelas bahwa ia punya dua tujuan: membawa harapan dan semangat hidup untuk mereka yang menderita, dan menggerakkan mereka yg hidup nyaman untuk melakukan sesuatu bagi mereka yang membutuhkan.

"Dengan kunjungan ini, Paus berkata, kamu perlu memikirkan orang miskin," kata Mgr. John J. Enzler dari Keuskupan Agung Washington, sementara ia menunggu paus tiba Kamis itu. "Kamu tidak bisa hanya pergi ke gereja dan berkata, saya sudah melakukan tugas saya. Dia berkata, 'Pergi ke pojok2, pergi ke pinggiran,' " kata Monsignor Enzler. "Dia mengatakan kepada semua orang, 'Keluarlah ke jalan-jalan, biarpun kotor, dan jadikan sebuah gereja di jalanan.'"

Tapi, demi Fransiskus, itu semua perlu perencanaan yang cermat. Bagi para pria dan wanita tunawisma di perjamuan yang diselenggarakan oleh badan amal Katolik itu, hari itu dimulai dengan berbaris panjang, lebih dari satu blok perumahan, untuk melalui screening Secret Service.

Edward Gray, dengan topi lebar dan kacamata, sedang menunggu di barisan. Dia dan banyak dari orang yang menghadiri makan siang itu tinggal di tempat yang disebut "801," singkatan untuk alamat penampungan tunawisma itu. Tidak seperti banyak dari mereka yang sedang berbaris itu, Gray beragama Katolik.

Gray mengatakan ia pernah bertemu paus sebelum itu: Ketika ia jadi putra altar di Washington, ia pergi dengan rombongan ke Roma dan bertemu Paus Pius XII. Dia cerita, dia tidak selalu tunawisma. Dia pernah bekerja sebagai kontraktor di Capitol Hill, dan jadi tukang potong rambut dan guru tata rias. Gray, 69 tahun, bilang ia punya enam anak, lima di antaranya lulusan perguruan tinggi, dan terdengar sentuhan skeptis tentang paus ini.

"Dia datang ke sini untuk menemui para gelandangan?" Kata Gray. "Sangat aneh, raja kok menemui gelandangan."

Paus Benediktus XVI dan Paus Yohanes Paulus II pernah mengunjungi Washington, tapi tidak menemui para klien panti Katolik ini, kata Monsignor Enzler. "Ketika paus lain datang, itu lebih untuk para uskup dan para pemimpin negara kita," katanya, atau untuk merayakan Misa Agung untuk umat seperti yang dilakukan Benediktus delapan tahun lalu di Stadion National.

Bagaimanapun, Fransiskus berhasil menginspirasi panitia untuk mengadakan pesta meriah ini yang meski darurat terkesan mewah. Relawan menyajikan piring dengan teriyaki dada ayam, pasta salad Asia dengan kacang polong dan wortel, lebih dari satu jam sebelum kedatangan Paus. Para tamu diberitahu untuk tidak makan sampai paus tiba dan memberi berkat, dan mereka memang tidak makan duluan.

Di meja, beberapa tamu bersosialisasi, dan saling berfoto ria dengan ponsel mereka, beberapa orang duduk diam dan sebagian tertidur. Beberapa pria mengenakan jas; yang lain celana jeans. Seorang wanita terlihat dengan kuku yang dicat kuning yang cocok dengan bunga di atas meja.

Sementara kamera-kamera televisi dan para wartawan sibuk bergerombol, Ms. Hilliard, mantan karyawati department store, mengatakan, dia yakin akan ketulusan Paus dan bahwa ini "bukan pencitraan."

"Paus benar peduli," katanya, "dan itulah yang penting."

Paus tiba sesaat sebelum tengah hari, tapi sebelum itu dia menyelinap ke gereja di dekat situ, St Patrick, di mana ia berbicara kepada sekitar 250 gelandangan tentang masalah tunawisma. Meskipun ia baru saja menyampaikan pidato di Capitol Hill, di St. Patrick ia tidak berbicara mengenai program politik untuk mengatasi tunawisma atau kemiskinan. Untuk mereka yang telah jatuh miskin ini, ia menawarkan iman, solidaritas dan doa.

"Dalam menghadapi situasi yang tidak adil dan menyakitkan ini, iman membawa kita cahaya yang menerangi kegelapan," katanya. "Iman membuat kita terbuka untuk keheningan kehadiran Allah di setiap saat dalam hidup kita, dalam setiap orang dan dalam setiap situasi. Allah hadir dalam Anda semua, pada kita masing-masing."

Beberapa menit kemudian Fransiskus keluar dari pintu gereja disambut dengan sorak-sorai dan tepuk tangan dari para tamu makan siang itu. Dia memberi berkat singkat, lalu berkata "Buen apetito (selamat makan)," yang disambut dengan tawa riuh. Dia sendiri tidak makan, tapi ia berjalan dari meja ke meja, berhenti untuk meletakkan tangannya ke atas kepala anak-anak yang diam berjam-jam menunggu, mewarnai gambar paus yang diberi ke mereka dengan krayon.

Sambil tersenyum dan tampak tidak tergesa-gesa, paus bergerak di antara para tunawisma itu, beberapa orang mengambil selfi dan mengulurkan tangan untuk menyentuh paus dan berbicara dengannya.


"Saya bilang kepadanya semoga tetap diberkati Tuhan dan tidak stres," kata Mark Perrez, 54 tahun, yang mengatakan Paus memegang tangannya dan dengan terkejut menunjuk koleksi eklektik pin yang dikenakan Perrez di seluruh bagian depan blazer dan topi bisbolnya.

Sementara paus naik ke Fiat kecil hitam sebagai "limousinnya", Peter Atkinson berdiri di pinggiran kerumunan, mensyukuri apa yang dia katakan baginya, sebagai seorang Katolik, "momen kasih karunia." Atkinson, 54, seorang insinyur dengan jaket hitam tajam, yang berbahasa Inggris dengan aksen Prancis, sekarang tinggal di salah satu panti Katolik. Ia bercerita, ia jatuh akibat narkoba dan alkohol.

"Saya tidak akan dapat ikut seperti saat ini bertemu paus jika saya tidak jatuh menjadi sampah dalam hidup saya, yang membawa saya ke panti," kata Atkinson. "Jika saya tidak bisa membaca tanda-tanda zaman ini, saya pasti buta."


========================

Renungan : Bagaimana seandainya sebelum mengambil putusan pada setiap rapat, setiap kegiatan paroki, setiap wisata rohani, setiap pembangunan gereja, setiap sekolah, setiap kegiatan rumah sakit, selalu ada pertanyaan, "Apa ini berguna, dan cocok untuk saudara2 kita yang termiskin?" Karena "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku"... Tapi Paus sadar dan bilang, penggunaan kata "miskin" sering membuat banyak orang tidak nyaman...

Tuesday, September 1, 2015

Paus Fransiskus: Pastor dapat mengampuni wanita yang pernah melakukan aborsi

Ringkasan dari tulisan 
Daniel Burke, CNN, Editor Agama
 
September 1, 2015

  • Izin dari uskup tidak lagi diperlukan untuk menghindari ekskomunikasi (pengucilan, dikeluarkan dr gereja)
  •  Perubahan kebijakan ini hanya berlaku di tahun “Kerahiman/Belas Kasihan kalendar Gereja Katolik, dari 8 Desember tahun ini sampai 20 November 2016
  • Paus tidak mengubah pandangan gereja bahwa aborsi adalah "kejahatan moral"


(CNN) Lagi-lagi Paus Fransiskus mengguncang dunia Katolik pada hari Selasa dengan mengumumkan bahwa wanita yg menyesal krn melakukan aborsi dapat meminta pengampunan dari pastor selama "Tahun Kerahiman" mendatang.

Secara tradisional, orang yang terlibat dalam aborsi, yang dikutuk sebagai dosa besar oleh gereja, dianggap otomatis di-ekskomunikasikan (dikeluarkan dari gereja), dan hanya seorang uskup bisa mengangkat larangan tersebut. Pengumuman Paus ini datang hanya beberapa minggu sebelum ia dijadwalkan untuk mengunjungi Amerika Serikat, di tengah perdebatan sengit tentang aborsi di AS.


Menurut jajak pendapat baru yang dilakukan oleh Public Religion Research Institute, 51% dari Amerika Katolik percaya aborsi harus diperbolehkan secara hukum dalam semua kasus, sementara 45% mengatakan itu harus tidak boleh dalam semua kasus. Pada jam-jam setelah pengumuman Francis ini, umat Katolik di kedua kubu perdebatan itu mencari celah untuk memelintir pernyataan Paus yg populer ini.

Kebijakan baru Paus ini tidak mengubah doktrin gereja, dan secara teknis hanya berlaku untuk Tahun Kerahiman ini.


"Saya prihatin akan semua wanita yang pernah menjalani  aborsi," Paus melanjutkan. "Saya menyadari adanya tekanan yang menyebabkan mereka untuk mengambil keputusan ini."

Tahun khusus gereja ini dimulai pada tanggal 8 Desember ini sampai 20 November 2016. Seorang pejabat Vatikan mengatakan ada kemungkinan Paus akan memungkinkan kebijakan ini berlaku selamanya.

Mendorong rahmat

Dengan kebijakan aborsi baru, Fransiskus tampaknya menunjukkan adanya "jalan ketiga" untuk memerintah gereja. Dia bergerak ke luar dari retorika saja, tetapi tidak cukup mengubah praktek gereja lama.

Pemimpin gereja di Amerika Serikat mengatakan, banyak uskup Amerika (tambahan, juga di Indonesia) sudah mengizinkan imam mengampuni dosa aborsi dalam Sakramen Pengakuan Dosa. "Hal yang baru adalah bahwa Paus Fransiskus ... membuat izin itu universal," kata Pastor James Martin, pastor Yesuit dan editor American Magazine di New York.


Selama bertahun-tahun, Fransiskus, Paus pertama dari Amerika Latin, adalah uskup agung Buenos Aires, kota dengan banyak umat Katolik miskin. Dalam pernyataannya Selasa ini, Paus mengatakan bahwa ia pernah bertemu "begitu banyak wanita" yang terluka oleh keputusan yang "menyiksa dan menyakitkan" untuk melakukan aborsi itu.

"Pengampunan Tuhan tidak boleh ditolak untuk orang yang telah bertobat," kata Paus.

Bagaimanapun, keputusan Paus Fransiskus ini 'tidak mengubah ajaran-ajaran Gereja Katolik tentang beratnya dosa aborsi, yang dalam hukum Gereja sebut sebagai "kejahatan moral."