Bicara soal tukang sepatu pd post lalu, teman kita Yudis
Tira bilang soal “acuh tak acuh di lingkungan gereja.” Masalah yang menarik. Karena saya sudah lama
berpikir tentang ini.
Bagi sebagian besar orang Katolik, ke gereja adalah tugas
pribadi. Hubungan saya dengan Tuhan. Titik. Saya melakukan tugas sesuai dengan
peintah gereja. Saya hepi. Tuhan hepi. Urusan selesai. Nanti masuk surga. Maka
banyak orang Katolik yang tidak mengenal sesama umat di gereja, khususnya di
kota besar.
Keadaan berbeda di banyak gereja Protestan. Mereka umumnya
mengenal dekat sebagian besar sesama jemaat. Sebagian menjadikannya lahan
bisnis pribadi; dan itu baik dan tidak salah (kecuali kalau tujuan ke gereja
semata2 untuk bisnis).
Entah bagaimana perkembangan di Indonesia. Tapi di Amerika
Latin, tempat asal Paus, banyak sekali orang Katolik pindah ke gereja
Protestan. Angkanya mungkin 10- 20% (mungkin lebih, mohon cari data sendiri). Ini merisaukan Paus. Mengapa sampai terjadi
demikian?
Salah satunya, mungkin, karena persahabatan sesama umat di
lingkungan Protestan yang lebih kental tadi. Di gereja Katolik, orang baru yang
datang, tidak disapa. Dia angin yang sedang lalu, yang kadang membawa bau tak segar…
Tapi tidak semua gereja demikian. Gereja Katolik
di Singapura, Australia, telah mengubah diri (minimal pada beberapa paroki).
Bila ada orang baru, petugas gereja akan menyampaikan ini pada pimpinan petugas,
dan orang tadi diperkenalkan secara resmi sebelum misa dimulai. Disambut tepukan
tangan semua umat. Satu menit saja. Selesai.
Tapi ini bisa sangat berarti bagi orang tersebut. Dia diterima di lingkungan
baru ini.
Bisakah, dan maukah, kita memulainya di Indonesia? Perlukah? Atau memang benar urusan orang Katolik itu hanya antara saya dengan Tuhan saja? Mestinya tidak begitu.
Paus meminta "pergi ke semua persimpangan jalan dan panggil semua orang..." Bagi yang telah datang, sebaiknya kita sambut mereka. Tidak mahal kok.
***************************
No comments:
Post a Comment