Gereja yg Rendah Hati: Tugas Konsili
Vatikan II yg belum selesai
========================
Dr. Richard R. Gaillardetz** berbicara tentang kerendahan hati dari gereja yg ditekankan dalam Konsili Vatikan II, dan peran Paus Fransiskus dalam memenuhi visi ini.
----------------------------------------
Tanya: Salah satu bab dlm buku Anda adalah "Vatikan II dan Kerendahan hati Gereja." Mengapa ini penting bagi gereja?
Jawab: Orang sering berpikir rendah hati itu kebajikan pribadi (sbg manusia) tetapi saya menyarankan dalam buku saya bahwa gereja itu sendiri harus rendah hati. Kerendahan hati adalah kebajikan yang sangat penting dalam sejarah gereja. Ini adalah inti dr pemikiran St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas. ... ... Mengapa itu penting? Karena sebagian dari ajaran Katolik ingin menekankan, dan ini benar, bahwa Gereja Katolik bukan hanya realitas manusia, realitas sosiologis... Ada unsur ilahi dlm gereja, sehingga kita mengatakan hal-hal seperti gereja adalah tubuh Kristus, bait Roh Kudus... Kita mengakui bahwa ada unsur ilahi/surgawi. Dan itu cukup adil. Tapi itu dapat menyebabkan apa yang kita sebut bidah (ajaran sesat) monofisitisme gerejawi.
Monofisitisme adalah bidah kuno gereja yang bersangkutan dengan Kristologi. Ini mengatakan bahwa hakikat dari Kristus adalah Tuhan. Kristus bukan manusia. Ini dikutuk sebagai bidah (krn kita percaya Kristus adalah sungguh2 Tuhan dan sungguh2 manusia). Tapi ada semacam monofisitisme gerejawi yang ingin menekankan realitas ilahi dari gereja dan kita melupakan manusianya.
Ini mengambil bentuk apa yang kita sebut triumfalisme. "Gereja Katolik didirikan oleh Kristus. Ini adalah satu2nya gereja yang benar. Dia pemilik semua kebenaran."... dan seterusnya dan sebagainya. Kita begitu menekankan ke-ilahi-an gereja sehingga kita mengecilkan kemanusiaannya.
Salah satu yang paling penting adalah bab tujuh dari Lumen Gentium, yang merupakan bab tentang gereja sebagai peziarah. Secara tradisional umat Katolik mengatakan bahwa kita semua, oleh pembaptisan kita, adalah peziarah dalam perjalanan, yg berharap untuk mencapai tujuan akhir kita yaitu surga. Itu selalu menjadi ajaran gereja dan tetap benar sekarang ini. Tapi Vatikan II tidak hanya mengatakan kita adalah gereja para peziarah; kita juga sebuah gereja yg sedang berziarah. Gereja itu sendiri sedang dlm perjalanan. Msh di jalan. Belum tiba. Dalam Lumen Gentium konsili mengatakan bahwa gereja "tidak akan mencapai kesempurnaannya sampai akhir sejarah." Implikasi dari satu baris ini sangat besar, karena itu mengatakan bahwa gereja tidak sempurna. Jika gereja tidak sempurna, maka ada kebutuhan untuk perubahan dan reformasi. Pengakuan itu, pada gilirannya, memungkinkan Konsili untuk membuat beberapa pernyataan yang luar biasa dalam Surat tentang Ekumenisme, Unitatis Redintegratio. Dalam dokumen yang hebat ini, Konsili berbicara tentang perpecahan pedih antara Gereja Katolik dan Ortodoks atau dengan tradisi Protestan di abad ke-16, dan Konsili mengakui, untuk pertama kalinya dalam sejarah, bahwa "ada kesalahan yang dibuat di kedua belah pihak." Ini pertama kalinya Gereja Katolik mengakui bahwa katolikisme mungkin ikut menyebabkan perpecahan tersebut.
Setelah Anda mengakui ini, setelah Anda mulai membayangkan sebuah gereja yang bisa salah, itulah awal dari gereja yang rendah hati. Dan dari sana Anda dapat mengatakan apa yg dikatakan oleh Dekrit Ekumenisme Nomor 6: "Sejauh gereja adalah lembaga/institusi manusia, akan selalu dibutuhkan reformasi dan pembaharuan" Itulah sebuah gereja yang rendah hati; gereja yang rendah hati bukan hanya karena bersedia mengritik diri sendiri, bukan hanya karena dia bersedia melihat kesalahan dan kelemahan diri sendiri, tetapi juga karena dia mau merayakan hadiah orang lain.
... ...
========================
** Tentang Richard R. Gaillardetz, Profesor Teologi Katolik. https://gaillardetz.com/
Sumber: http://collegevilleinstitute.org/bearings/a-pilgrim-church-part-two/
Karena keterbatasan pengetahuan teologi saya, mgkn saja ada yg salah dlm tulisan di atas. Tapi secara umum saya kira intinya benar. Gereja juga perlu rendah hati.
No comments:
Post a Comment